NTTsatu.com – Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memangkas tiga hal dalam pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik (KTP-E). Tiga hal yang dipangkas itu untuk memudahkan warga Indonesia memperoleh KTP-E.
“Satu, tidak udah pakai surat pengantar RT atau RW. Dua, juga tidak perlu surat keterangan dari kelurahan. Tiga, juga tidak perlu bongkar-bongkar dokumen, mencari akta lahir,” kata Prof. Zudan Arif Fakhrulloh, Dirjen Dukcapil Kemendagri.
Menurut dia, pengurusan KTP-E cukup membawa fotocopy kartu keluarga ke Dinas Dukcapil di manapun juga. Di situ, pemohon KTP-E bisa melakukan perekaman identitas diri mereka yang menjadi dasar pembuatan KTP tersebut.
Zudan menegaskan langkah tersebut diambilnya karena saat ini semua data dan titik-titik pelayanan kependudukan sudah terkoneksi dengan data center di kantor pusat Dukcapil.
“Dengan fotocopy Kartu Keluarga, bawa ke Dinas Dukcapil manapun. Bisa diurus di mana saja, tidak harus sesuai domisili penduduk,” kata Zudan di Jakarta, kemarin.
Sesuai dengan Perpres No.112 Tahun 2013, KTP Non Elektronik sudah tidak berlaku lagi sejak 31 Desember 2014. Sedangkan, mulai 1 Januari 2015 penduduk sudah harus menggunakan KTP Elektronik (KTP-E).
Zudan mengingatkan, penggunaan KTP-E sangat penting karena kelak semua pelayanan publik akan berbasis NIK dan KTP-El.
“KTP itu seperti ‘nyawa’ bagi setiap penduduk, karena segala urusan mulai dari membuat SIM, BPJS, mengurus akta nikah, semua membutuhkan data KTP-E,” kata Zudan mengutip Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, beberapa waktu lalu.
Karena nyawa, kehilangan KTP itu seperti kehilangan nyawa saja. KTP kadaluwarsa, juga serasa jadi sangat tua saja. Menurut catatannya, saat ini ada 92 lembaga pemerintah dan swasta sudah menggunakan data KTP-E dan NIK untuk akses layanan publik. Karenanya, pemerintah mengambil langkah tegas melakukan pembaruan database kependudukan, khususnya tentang jati diri penduduk Indonesia. Sehingga tidak perlu lagi membuat “KTP Lokal” untuk pengurusan izin, pembukaan rekening bank dan sebagainya.
“KTP-E juga mencegah kepemilikan KTP ganda atau KTP palsu, yang bisa disalahgunakan. Dengan demikian akurasi data penduduk presisi dan dapat digunakan untuk beragam kepentingan, khususnya pelayanan publik dan perencanaan pembangunan,” ujar Zudan.
Hingga pertengahan Agustus 2016, realisasi perekaman data penduduk untuk penerbitan KTP El, menurut Zudan baru terhadap 161 juta atau 88 persen penduduk. Progam untuk menciptakan single identity number warga negara Indonesia itu diluncurkan pertama kali Februari 2011. Sedangkan, yang belum melakukan perekaman data pribadi hingga kini sebanyak 22 juta penduduk.
Sejak program KTP-El dilaksanakan pada 2011, menurut Zudan, sebanyak 514 Kabupaten/ Kota dan 6.234 Kecamatan telah disiapkan untuk melakukan perekaman data pribadi penduduk. Kemampuan merekam rata-rata 100 orang per hari di setiap titik perekaman. Maka, setiap hari di seluruh Indonesia, tidak kurang 600 ribu penduduk melakukan perekaman untuk KTP El. Dalam kurun 40 hari dapat merekam identitas pribadi 24 juta orang.
“Hal itu dengan asumsi masyarakat datang ke titik perekaman. Kunci utamanya adalah kesadaran masyarakat untuk merekam data dirinya,” kata Zudan.
Selain itu, dilakukan sistem jemput bola dengan mendatangi masyarakat dengan akses yang sulit untuk menuju Dinas Dukcapil di daerahnya. Hal itu dilakukan di wilayah pegunungan terpencil dan daerah perbatasan.
Untuk menyelesaikan print ready record (PRR) kini sudah tersedia tambahan 4,6 juta blangko KTP-Wl. Jumlah itu menambah 3,8 juta blangko yang sudah terakumulasi sejak 2012. Selain itu, Kemendagri juga sedang berupaya menggeser anggaran Tahun Anggaran 2016 untuk menambah 5 juta blangko lagi. (*/bp)