Hukrim

TPDI-NTT Datangi KPK Pertanyakan Penanganan Kasus Dana Bansos NTT

By Bonne Pukan

September 16, 2018

NTTsatu.com – KUPANG – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT, Jumat tanggal, 14 September 2018 medatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) untuk mempertanyakan perkembangan dan tindak lanjut proses penyelidikan dan atau penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bansos Provinsi NTT Tahun Anggaran 2010.

Dalam rilis TPDI NTT yang dikirim koordinatornya Meridian Dewanta Dado yang diterima media ini,  Minggu, 16 September 2018 malam disebutkan, kedatangan mereka itu karena kasus itu telah dilaporkan oleh elemen masyarakat NTT ke KPK-RI sejak tahun 2012 sehingga sudah 6 tahun berlalu sampai dengan saat ini belum ada kejelasan penuntasan kasusnya oleh KPK-RI.

Dari penjelasan bagian Informasi Publik dan Pelaporan Pengaduan Masyarakat KPK-RI kepada TPDI NTT bahwa Kasus Dana Bansos NTT Tahun Anggaran 2010 tetap dalam penanganan oleh KPK-RI namun masih terhambat secara birokratis pada perolehan bahan dan keterangan serta bukti-bukti lainnya yang selama ini diduga kuat alat-alat bukti itu sengaja dikaburkan atau dihilangkan keberadaannya oleh oknum-oknum pada tubuh Pemprov NTT yang terlibat dengan kasus itu.

Dukungan penegakan hukum oleh Pemerintah Provinsi NTT dibawah komando Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat – Josef Nae Soi adalah dengan memberikan ruang seluas-luasnya bagi KPK-RI untuk memperoleh data-data signifikan pada tubuh birokrasi Pemprov NTT atas Kasus Dana Bansos Provinsi NTT itu.

Hasil pemeriksaan BPK Perwakilan NTT Tahun Anggaran 2010 menunjukkan kacaunya pengelolaan keuangan negara di bawah kepemimpinan Gubernur NTT Frans Lebu Raya, dan dalam laporan hasil pemeriksaan tersebut disinyalir ada kerugian negara senilai Rp 15.511 miliar.

Dana Bansos yang semestinya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat justru diduga dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat oleh Frans Lebu Raya dan kawan-kawan, diantaranya untuk menyewa pesawat ke Kabupaten Flores Timur Rp 27,9 juta, sewa pesawat ke Rote Ndao dan Sumba Timur Rp 46 juta, dan sewa helikopter Rp 14 juta ke Timor Tengah Utara.

Dana Bansos NTT Tahun Anggaran 2010 ditengarai juga dimanfaatkan untuk perjalanan dinas ke Jerman Rp 166,4 juta dan China Rp 27,2 juta. Ada juga transaksi keuangan tidak sesuai peruntukan Rp 607,3 juta. Bahkan, ditemukan ada penyaluran Rp 13,3 miliar yang belum dipertanggungjawabkan serta penggelontoran Rp 6,5 miliar yang tidak disertai dokumen memadai.

Kebijakan pengelolaan Dana Bansos Provinsi NTT Tahun Anggaran 2010 oleh penguasa di NTT pada saat itu diduga sarat akan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum tentang pengelolaan keuangan daerah dan perihal penyaluran Dana Bansos.

Terindikasi pula sebanyak 55 Anggota DPRD Provinsi NTT periode 2009-2014 diduga kecipratan atau ikut menikmati aliran Dana Bansos NTT Tahun Anggaran 2010 sehingga wajarlah pada masa itu fungsi kontrol DPRD Provinsi NTT sangat mandul terhadap tanggung jawab pengelolaan keuangan daerah Provinsi NTT dibawah kepemimpinan Frans Lebu Raya, bahkan setiap tahun pengelolaan Dana Bansos di NTT selalu ditemukan adanya sejumlah penyimpangan tanpa pengawasan.

Kasus dugaan korupsi Dana Bansos NTT Tahun Anggaran 2010 ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT (Kejati NTT) namun tidak tuntas penanganannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan serta diduga kuat proses hukum oleh Kejati NTT saat itu justru berupaya melindungi pelaku pelaku korupsi yang sesungguhnya dalam kasus itu.

Prioritas percepatan penegakan hukum oleh KPK-RI atas kasus Dana Bansos NTT patut didorong sekuatnya melalui peran serta masyarakat agar proses hukumnya berlangsung terbuka dan fair sehingga publik juga bisa tau bahwa penegakan hukum kasus-kasus korupsi di NTT oleh KPK-RI via mekanisme pengembangan penyidikan juga jangan hanya berhenti di kasus Dana PLS NTT dengan terpidana Marthen Dira Tomme, dan begitupun penegakan hukum oleh KPK-RI melalui mekanisme Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak hanya berhenti pada Marianus Sae cs semata-mata.

“Kami sepenuhnya meyakini bahwa dibawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat – Josef Nae Soi maka KPK-RI akan memperoleh dukungan luas serta akses maksimal dari pemimpin baru NTT itu untuk melakukan kordinasi dan supervisi atau tindakan hukum lainnya pada tubuh birokrasi pemprov NTT yang selama ini sarat dengan dugaan praktek KKN selama bertahun-tahun,” tulis TPDI – NTT.

Foto: Meridian Dewanta Dado, Advokat PERADI dan Koordinator TPDI Wilayah NTT

Komentar ANDA?